Traveloka resmi memindahkan kantor pusatnya ke Shenton Way, Singapura pada tahun 2025. Langkah ini langsung memicu perbincangan hangat di kalangan pelaku industri digital Indonesia.
Apakah ini sekadar strategi ekspansi, atau justru tanda bahwa iklim bisnis Indonesia belum cukup mendukung pertumbuhan startup teknologi?
Meski operasional Traveloka tetap berjalan di BSD, Tangerang Selatan, keputusan hukum ini menyiratkan pesan strategis yang jauh lebih besar.
Dari Tangerang ke Regional: Jejak Pertumbuhan Traveloka
Didirikan pada tahun 2012 oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert Zhang, Traveloka awalnya hanya menawarkan layanan pemesanan tiket pesawat domestik. Tak lama kemudian, mereka memperluas fitur ke pemesanan hotel dan memindahkan kantor ke Jakarta.
Tahun 2017, Traveloka resmi menyandang status unicorn dengan valuasi di atas USD 1 miliar. Setelah melakukan ekspansi ke berbagai negara di Asia Tenggara, pada 2022–2024 perusahaan mulai merestrukturisasi holding dan menyiapkan relokasi pusat kendali ke luar negeri.
Puncaknya, pada 2025, Traveloka mengumumkan secara resmi bahwa kantor pusat perusahaan kini berada di Singapura.
Kenapa Traveloka Memilih Singapura?
Ada beberapa alasan utama yang membuat Singapura lebih menarik bagi startup teknologi seperti Traveloka:
Pajak korporasi yang lebih rendah, yakni flat 17% dibanding 22% di Indonesia.
Kemudahan IPO, karena Singapura memungkinkan akses ke SGX dan peluang dual-listing dengan bursa global seperti Nasdaq atau NYSE.
Akses pendanaan lebih cepat, dengan banyaknya venture capital global berbasis di sana
Stabilitas regulasi dan hukum, yang lebih konsisten dan pro-startup.
Perlindungan kekayaan intelektual yang kuat, termasuk hak paten dan merek dagang.
Kebijakan tenaga kerja yang fleksibel, melalui skema visa seperti Tech.Pass dan Employment Pass.
Singkatnya, Singapura menawarkan kombinasi kepastian hukum, insentif fiskal, dan kemudahan ekspansi global—hal yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Apa Dampaknya bagi Indonesia?
Indonesia Kehilangan Pajak dan Pencatatan Nilai Ekonomi
Dengan kantor pusat yang kini berbasis di luar negeri, potensi pajak dari induk perusahaan hilang. Jika Traveloka melakukan IPO di bursa luar negeri, valuasi dan kapitalisasi pasar tidak lagi tercatat dalam statistik ekonomi nasional.Kekayaan Intelektual Dilindungi Negara Lain
Aset-aset penting seperti hak paten, algoritma, dan merek dagang Traveloka kini berada dalam perlindungan hukum Singapura. Struktur holding yang baru juga tidak lagi tunduk sepenuhnya pada UU Korporasi Indonesia.Indonesia Berisiko Menjadi Sekadar Pasar
Langkah Traveloka ini mencerminkan tantangan sistemik di Indonesia. Tanpa reformasi serius, Indonesia akan terus melahirkan inovasi teknologi, tapi hasil dan manfaat strategisnya bisa dinikmati oleh negara lain.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Perpindahan kantor pusat Traveloka harus dilihat sebagai wake-up call. Jika Indonesia ingin tetap menjadi rumah bagi startup besar, maka perlu dilakukan langkah-langkah seperti:
Mereformasi regulasi IPO dan pendanaan startup
Memberikan insentif fiskal yang menarik bagi perusahaan teknologi
Memperkuat perlindungan kekayaan intelektual
Meningkatkan fleksibilitas kebijakan tenaga kerja global
Tanpa perbaikan ini, bukan tidak mungkin startup-startup besar lain seperti Gojek, Tokopedia, atau Ruangguru akan mengikuti jejak yang sama.
Conclusion
Traveloka tidak benar-benar pergi dari Indonesia. Operasional tetap ada, dan pasarnya tetap besar. Tapi, kendali bisnis dan nilai strategis perusahaan kini telah berpindah ke luar negeri. Ini bukan sekadar relokasi, melainkan pesan penting bagi semua pemangku kebijakan: Indonesia harus berubah jika ingin tetap relevan dalam peta inovasi Asia Tenggara.